A. BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Kerajaan Mataram Islam sebenarnya tidak ada kaitannya dengan kerajaan Mataram Hindu, adapaun nama Mataram yang digunakan kebetulan sama dengan Kerajaan Mataram yang menganut ajaran Hindu.
Mataram Islam berawal dari hadiah yang diberikan oleh Raja Kerajaan Pajang yaitu Jaka Tingkir kepada Ki Ageng Pemanahan berupa sebuah kadipaten yang berada di wilayah Mentaok. Hadiah ini diberikan atas dasar keberhasilan Ki Ageng Pemanahan yang berhasil mengalahkan Arya Penangsang dari Jipang. Ki Ageng Pemanahan memiliki seorang anak yang snagat berbakat di bidang militer yang bernama Sutawijaya. Oleh Jaka Tingkir, Sutawijaya diangkat menjadi anak dan kemudian dijadikan saudara dengan putra mahkota yaitu Pangeran Benawa.
Pada tahun 1575 M, Ki Ageng Pemanahan meninggal. Oleh Jaka tingkir diangkatlah Sutawijaya sebagai Bupati Mataram menggantikan ayahnya. Di bawah kekuasaan Sutawijaya, Kadipaten Mataram berkembang sangat pesat.
Pada tahun 1582 M, Sultan Hadiwijaya (Jaka Tingkir) menemui ajalnya. Maka Arya Panggiri yang saat itu menjabat sebagai adipati di wilayah Demak berhasil merebut kekuasaan kerajaan Pajang dan berhasil mengalahkan Pangeran Benawa. Arya Panggiri kemudian menjadi raja Kerajaan Pajang. Akan tetapi, kepemimpinan Arya Panggiri kurang disukai oleh rakyat pajang. Hal ini memicu Pangeran Benawa untuk merebut kembali tahta kerajaan Pajang. Pada tahun 1586, Pangeran Benawa berhasil mengalahkan Arya Panggiri dengan bantuan dari Sutawijaya. Hingga akhir kekuasaan Pangeran Benawa, tidak ada satu orangpun putra mahkota yang dapat menggantikannya. Oleh karena itu, Pangeran Benawa memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Pajang ke Mataram. Hal ini menjadi awal berdirinya kerajaan Mataram, dan Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram sebagai kerajaan baru dan dibawah kekuasaannya, Sutawijaya memiliki gelar yaitu Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama atau yang dikenal sebagai Panembahan Senapati
Artikel Penunjang : Sejarah Kerajaan Aceh di Indonesia
B. MASA KEJAYAAN KERAJAAN MATARAM
Panembahan Senopati dimasa pemerintahannya sering melakukan perluasan kekuasaan. Beliau berhasil menundukkan daerah-daerah seperti Surabaya, Madiun, Pasuruan, Ponorogo, Blambangan, Panarukan, Galuh dan Cirebon. Akan tetapi, perluasan kekuasaan ini sering mendapat pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh Bupati-Bupati di daerah yang berhasil ditaklukkan oleh Panembahan Senopati. Akan tetapi, Panembahan Senopati selalu berhasil menundukkan bupati-bupati yang berusaha melakukan pemberontakan. Sampai akhir masa kekuasaannya pada tahun 1595, Panembahan Senopati telah berhasil meletakkan kekuasaan mulai dari Pasuruan yang ada di Jawa Timur, sampai Galuh di Jawa Barat.
Setelah Panembahan Senopati meninggal dunia, maka kekuasaan kerajaaan Mataram diambil alih oleh anaknya yang bernama Mas Jolang yang memiliki gelar Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia memerintah dari tahun 1601-1613 M. beberap apeninggalan yang berhasil dibangun pada masa Mas Jolang berupa Kota Gede dan Taman Panalaya. Mas Jolang jug amembangun komplek pemakaman di Kota Gede. Namun, dibalik pembangunan tersebut, sering terjadi pemberontakan-pemberontakan pada saat ia memerintah. Dan tidak semua dari pemberontakan tersebut dapat dipadamkan olehnya.
Setelah Mas Jolang, maka yang berhak menjadi penerusnya yaitu putranya yang bernama Mas Rangsang yang sesudah diangkat menjadi raja dikenal dengan gelar Sultan Agung Senapati Ing Alaga Ngabdurrahman Kalifatullah atau yang lebih dikenal yaitu Sultan Agung. Di masa pemerintahannya lah Kerajaan Mataram Islam mencapai kejayaannya. Pada saat ia memerintah, gelar raja digani oleh sultan. Pada masanya juga berhasil didirikan komplek pemakaman raja-raja yang bernama Imogiri yang selesai dibangun pada tahun 1632. Sultan Agung sendiri memerintah Kerajaan Mataram Islam sampai tahun 1645 M.
Artikel Penunjang : Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia
Sultan Agung berusaha meluaskan daerah kekuasaan sampai seluruh tanah Jawa. Awalnya, raja-raja seperti Lasem, Tuban, Madura, Surabaya, dan Blora tidak mau tunduk di bawah kekuasaan Sultan Agung. Oleh sebab itu, Sultan Agung memperkuat armada laut dan persenjataan mereka. Akhirnya sampai tahun 1625, Surabaya berhasil ditaklukkan di bwah kekuasaannya.
Sultan Agung kemudian mencoba merebut daerah Batavia yang pada saat itu berada di bawah kendali VOC. Namun, upaya tersebut menuai kegagalan, Karen apasukan VOC berhasil menenggelamkan kapal-kapal pengangkut beras guna perbekalan pasukan Kerajaan Mataram Islam. Gudang-gudang beras milik kerajaan Mataram pun dibakar oleh mata-mata VOC. Sampai beliau meninggal pada tahun 1645, beliau tidak berhasil mengalahkan Batavia.
Artikel Penunjang : VOC : Pengertian, Sejarah, Tujuan, Pembentukan
Setelah Sultan Agung, berturut-turut yang menjadi sultan di Kerajaan Mataram Islam yaitu Amangkurat I dari tahun 1645-1677, lalu Amangkurat II dari tahun 1677-1703 M, Amangkurat III mulai tahun 1703-1705 M, Pakubuwana mulai tahun 1705-1719 M, Amangkurat IV di tahun 1719-1725 M, dan Pakubuwana II di tahun 1725-1749 M. kemudian setelah tahun 1749 M, kerajaan Mataram Islam pecah menjadi dua kerajaan, yaitu Kasutanan Surakarta yang diperintah oleh Sunan Paku Buwana III dan Kesultanan Yogyakarta di bawah kendali Sultan Hamengkubuwono I.
C. KEHIDUPAN RAKYAT MASA KERAJAAN MATARAM
1. Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Berdasarkan letak Kerajaan Mataram Islam yang berada di pedalaman Jawa, maka dapat dipastikan sector utama yang menjadi penonggak perekonomian Kerajaan Mataram Islam yaitu sektor pertanian. Kerajaan Mataram Islam menjadikan beras sebagai komoditas utama kerajaannya. Rakyat kerajaan Mataram juga menguasai perdagangan dengan palawija sebagai komoditi utama mereka.
Sistem feodal merupakan ciri kehidupan masyarakat Kerajaan Mataram Islam. Feodal merupakan sebuah ciri kehidupan dimana para bangsawan dan pejabat diberikan imbalan berupa tanah yang kemudian diberikan kepada para penduduk untuk digarap, dan kemudian sebagian hasil panennya diserahkan kepada tuan tanah.
2. Kehidupan Budaya
Berbeda dengan kerajaan Islam lainnya, Kerajaan Mataram Islam menjadikan corak agraris sebagai budaya hidupnya. Sistem feodal dimana raja merupakan pemilik seluruh tanah yang berada di bawah kekuasaannya. Sultan juga berperan sebagai pengatur dalam kehidupan beragama terhadap masyarakat. Seni ukir, lukis, dan bangunan turut menjadi alat kebudayaan yang berkembang di Kerajaan Mataram Islam.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, kerajaan Mataram telah memulai perhitungan Jawa Hindu atau Saka menjadi penanggalan Islam atau Hijriah. Perhitungan tersebut berdasarkan peredaran bulan. Sultan Agung juga mengarang sebuah karya satra yang diberi nama Gending. Beliau juga menyusun kitab undang-undnag baru bagi kerajaan Mataram Islam yang bersumber dari ajaran Islam yang lebih dikenal dengan Hukum Surya Alam.
D. JATUHNYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Sepeninggal Sultan Agung, maka dapat disimpulkan tidak ada lagi sultan-sultan yang secakap beliau dalam memimpin kerajaan Mataram Islam. Dimulai dengan Amangkurat I yang memindahkan lokasi keratin ke Plered. Dia juga tidak lagi memakai Sultan sebagai sebutan raja, akan tetapi mengubahnya menjadi Sunan (berasal dari kata Susuhunan atau yang dipertuan). Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya, dan akhirnya Amangkurat I terpaksa bekerja sama dnegan VOC dalam menumpas pemberontakan. Sepeninggal Amangkurat I, maka Amangkurat II yang naik tahta sangat dekat dengan VOC. Hal ini menimbulkan pemberontakan yang jauh lebih besar dari rakyat dan terjadi ketidakpuasaan rakyat terhadap pemerintahan Amangkurat II. Amangkurat II juga memindahkan keratin dari Plered ke Kartasura dengan alasan keratin awal sudah tercemar.
Lalu, Amangkurat III yang diangkat menjadi raja tidak sepihak dengan VOC. Lalu, VOC mengangkat Pakubuwana I sebagai raja. Dari sinilah kerajaan Mataram Islam mulai terpecah. Kekacauan baru dapat diselesaikan pada masa pemerintahan Pakubuwana III dimana diadakan perjanjian Giyanti untuk menentukan batas wilayah diantara kedua kerajaan baru.