Sejarah Kerajaan Malaka di Indonesia

Selamat Datang di Blog Edukasionesia. Berikut ini akan postingan kami yang mengenai Sejarah Kerajaan Malaka di Indonesia. Semoga Bermanfaat, Ayo silakan dibaca dengan saksama.
A. BERDIRINYA KERAJAAN MALAKA
Kerajaan Malaka atau yang lebih dikenal dengan kesultanan Malaka merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di Malaka, Malaysia. Kerajaan ini bercorak Melayu, dan didirikan oleh Parameswara antara tahun 1380-1403 M. Menurut kitab Sulalatus Salatin, kerajaan Malaka merupakan lanjutan dari kerajaan Melayu di Singapura. Kemudian, akibat adanya serangan dari Jawa dan Siam, maka pusat pemerintahan berpindah ke Malaka. Parameswara sendiri merupakan seorang yang berasal dari kerajaan Sriwijaya yang merupakan putra dari raja Sam Agi.

Parameswara merupakan seseorang yang menganut agama Hindu. Saat kerajaan Sriwijaya runtuh akibat diserang oleh Majapahit, ia melarikan diri ke Malaka. Saat itu, di daerah tersebut terdapat suku pribumi yaitu suku Laut yang jumlahnya sekitar kurang lebih 30 keluarga. Mereka umumnya merupakan nelayan.  Parameswara beserta rombongannya yang sudah memiliki peradaban yang lebih tinggi, berhasil mempengaruhi penduduk asli, sehingga bersama-sama dengan suku Laut, parameswara berhasil mengubah Malaka menjadi kota yang ramai.

Para penduduk suku Laut juga diajari menanam tanaman yang sebelumnya belum mereka kenal, seperti tebu, pisang, dan rempah-rempah. Alhasil, wilayah Malaka menjadi pusat perdagangan saat itu.

Nama Malaka diambil dari bahasa Arab “Malqa” yang berarti tempat bertemu. Alasannya karena di tempat inilah para pedagang dari berbagai negeri bertemu dan melakukan transaksi perdagangan.
Sejarah Terbentuk dan Jatuhnya Kerajaan Malaka
KERAJAAN MALAKA
B. KEHIDUPAN KERAJAAN MALAKA
1. Kehidupan Politik
Dalam sumber Kronik Dinasti Ming disebutkan bahwasanya Parameswara sebagai pendiri Malaka mengunjungi Kekaisaran China dan bertemu Kaisar Yongle di Nanjing pada tahun 1405 M untuk meminta pengakuan atas wilayah kedaulatannya. Sebagai balasan upeti yang diserahkan oleh Parameswara, Kaisar Yongle bersedia untuk memberikan perlindungan atas kerajaan Malaka.

Kronik Dinasti Ming juga menyebutkan bahwa telah 29 kali utusan dari Malaka mengunjungi kaisar China. Atas dasar ini, kerajaan Malaka dapat terhindar dari serangan kerajaan Siam dari utara, karena kaisar China telah mengabarkan kepada penguasa Ayuthaya bahwa kekaisaran China dengan Malaka saling berhubungan. Kerajaan Malaka juga menjadi salah satu pangkalan bagi armada Dinasti Ming.
Sampai tahun 1435, kerajaan Malaka mempunyai hubungan yang dekat dengan DInasti Ming. Armada Ming bertugas untuk mengamankan jalur pelayaran di Selat Malaka yang sering diganggu oleh kawanan perompak dan bajak laut. Di bawah lindungan Dinasti Ming, kerajaan Malaka menjadi pusat perdagangan karena menguasai pelabuhan penting di pesisir barat Semenanjung Malaya yang tidak dapat disentuh oleh Majapahit dan Ayuthaya.

Selain dekat dengan kekaisaran China, kerajaan Malaka juga mengadakan hubungan diplomatik dengan kerajaan Majapahit setelah menikahi putri dari raja Jawa tersebut. Pada masa kejayannya, kerajaan Malaka berhasil menguasai wilayah-wilayah berikut, yaitu :
  • Semenanjung Tanah Melayu (Patani, Ligor, Kelantan, dan lain sebagainya)
  • Brunei dan Serawak
  • Wilayah pesisir timur Sumatera Bagian Tengah
  • Kepulauan Riau
  • Tanjungpura (Kalimantan Barat)
  • Adapun daerah yang dikuasai kerajaan Malak dengan jalan diplomasi yaitu :
  • Indragiri
  • Palembang
  • Pulau Jemaja, Tambelan, Siantan, dan Bunguran
2. Kehidupan Agama
Sebelumnya, kehidupan kerajaan Malaka menganut agama Hindu yang merupakan bawaan dari Parameswara yang berasal dari kerajaan Sriwijaya. Dalam kitab Sulalatus Salatin, diceritakan bahwa kerajaan Malaka memiliki hubungan yang dekat dengan kerajaan Samudera Pasai. Hubungan ini dikarenakan anak Sultan Pasai yang menikah dengan raja kerajaan Malaka dan kemudian Sultan Malaka yang selanjutnya juga turut membantu memadamkan pemberontakan di Pasai.

Putra Parameswara yang kemudian menjadi raja, yaitu Megat Iskandar Syah kemudian memeluk agama Islam. Atas dasar tersebut, maka bergantilah corak kehidupan agama masyarakat Malaka menjadi Islam.

3. Kehidupan Pemerintahan
Walaupun Kesulatanan Malaka bercorak Islam, akan tetapi dalam menjalankan pemerintaha, kerajaan Malaka tidak menganut pemerintahan Islam secara menyeluruh. Hal ini terbukti pada undang-undang yang digunakan di Malaka seperti Hukum Kanun Malaka hanya menjalankan 40,9 % aturan Islam. Begitu juga dengan Undang-Undang Laut Malaka yang hanya memiliki 1 pasal dari 25 pasal yang mengikuti ajaran Islam.

Sturktur pemerintahan kerajaan Malaka sudah tertata rapi. Sultan Malaka memiliki kekuasaan yang absolut, artinya seluruh peraturan dan undang-undang merujuk kepada raja Malaka. Dalam menjalankan roda pemerintahan, raja Malaka dibantu oleh bendahara, Tumenggung, Penghulu Bendahari, dan Syahbandar. Lalu terdapat juga beberap amenteri yang mengurus beberapa masalah pemerintahan. Terakhir, terdapat juga jabatan Laksamana yang awalnya hanya diberikan kepada suku Laut.

4. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial kerajaan Malak dipengaruhi oleh letak geografis, keadaan alam, dan lingkungan wilayahnya. Sebagai masyarakat kerajaan Maritim, hubungan sosial masyarakatnya sangat kurang dan bahkan menjurus ke individualisme.

Pada kehidupan budaya, perkembangan sastra dan budaya Melayu sangat kental di kerajaan Malaka. Munculnya karya-karya sastra seperti hikayat Hang Tuah, hikayat Hang Lekir, dan hikayat Hang Jabat menandai pesatnya perkembangan budaya Melayu kerajaan Malaka.

5. Kehidupan Ekonomi
Kerajaan Malaka memungut pajak penjualan, bea cukai dari barang masuk dan keluar dari pelabuhan-pelabuhan Malaka. Hal ini dapat meningkatkan kas keuangan kerajaan. Selain itu, adanya undang-undang laut yang berisi peraturan pelayaran dan perdagangan memungkinkan kerajaan Malaka memperoleh keuangan dengan baik.

Adapun ciri-ciri perdagangan kerajaan Malaka yaitu :
  • Penerimaan pajak bead an cukai dari barang-barang dibedakan berdasarkan asal barang tersebut. Contohnya seperti barang yang berasal dari India, Persia, Arab, dan lain-lain di wilayah Asia Barat, mereka mengenakan pajak sebesar 6%. Sedangkan barang-barang dari Asia  Timur, mereka tidak dikenakan pajak, namun diwajibkan membayar upeti kepada raja dan pembesar pelabuhan.
  • Dikeluarkannya undang-undang laut yang dapat menjaga stabilitas kegiatan perdagangan di kerajaan Malaka
  • Perdagangan dijalankan dalam dua jenis, yaitu pertama pedagang memasukkan modal dalam bentuk dagangan yang diangkut dengan kapal untuk dijual ke wilayah luar. Kedua, pedagang menitipkan barang atau meminjamkan uang kepada para nakhoda yang akan membagi keuntungannya kepada pemilik modal.
  • Raja dan pejabat tinggi kerajaan ikut dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka juga memiliki kapal, nakhoda, dan awak kapal sendiri. Selain itu, mereka juga menanamkan modal-modalnya ke perusahaan pelayaran.
Sejarah Terbentuk Hingga Jatuhnya Kerajaan Malaka
SEJARAH KERAJAAN MALAKA

C. RAJA-RAJA KERAJAAN MALAKA
1. Iskandar Syah atau Parameswara
Raja Parameswara merupakan pendiri kerajaan Malaka sekaligus menjadi raja pertama kerajaan ini. Ia memerintah dari tahun 1396-1414 M. pada abad ke-15 M, teradi perang paregreg yang mengakibatkan Parameswara melarikan diri dari Blambangan ke Tumasik (Singapura sekarang) dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Semenanjung Malaya dan mendirikan perkampungan Malaka.
Untuk meningkatkan aktivitas perdagangan di kerajaan Malaka dan akibat dekatnya kerajaan Malaka dengan kerajaan Islam Samudera Pasai, maka Parameswara kemudian memeluk agama Islam dan berganti nama menjadi Iskandar Syah, dan merubah corak kerajaan dari sebelumnya beragama Hindu menjadi kerajaan atau kesultanan Islam.

2. Muhammad Iskandar Syah
Muhammad Iskandar Syah merupakan anak dari Iskandar Syah yang memerintah kerajaan Malaka sesudah ayahnya, yaitu dari tahun 1414-1424 M. pada masa pemerintahannya, Muhammad Iskandar Syah berhasil memperluas daerah kekuasaan kerajaan Malaka sampai seluruh Semenanjung Malaya.
Untuk memuluskan ambisinya menjadi kerajaan Malaka tunggal yang menguasai jalur perdagangan dan pelayaran di Selat Malaka, maka ia harus berhadapan dengan kerajaan Samudera Pasai yang kekuatannya jauh lebih besar. Oleh karena itu, ia memilih untuk melakukan hubungan diplomatik dengan cara menikah dengan putri dari raja Pasai saat itu.

3. Mudzafat Syah
Setelah Muhammad Iskandar Syah mangkat, maka digantikan oleh Mudzafat Syah dengan gelar sultan. Mudzafat Syah merupakan raja pertama yang bergelar sultan di kerajaan Malaka. Ia memerintah dari tahun 1424-1458 M.
Pada masa pemerintahannya, ia berhasil memperluas kekuasaan sampai ke Pahang, Indragiri, sampai ke Kampar. Tetapi, pada masa ini pula, kerajaan Malaka mendapat serangan dari kerajaan Siam, akan tetapi berhasil ditumpas atau digagalkan.

4. Sultan Mansyur Syah
Ia merupakan putra dari Mudzafat Syah yang memerintah kerajaan Malaka sejak tahun 1458-1477 M. saat ia memimpin, kerajaan Malaka berhasil menjalani masa keemasannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kerajaan Malaka berhasil menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Islam di Asia Tenggara.
Sultan Mansyur Syah meneruskan pekerjaan ayahnya dengan memperluas daerah kekuasaan, baik di Semenanjung Malaya maupun di wilayah Sumatera Tengah. Ia juga berhasil mengalahkan kerajaan Siam dengan menewaskan raja kerajaan Siam saat itu. Putra mahkota kerajaa Siam ditawan dan kemudian dikawinkan dengan putri Sultan Mansyur Syah.

Kebesaran dan keberhasilan kerajaan Malaka dalam mencapai masa kejayaannya tidak terlepas dari peranan laksamana Hang Tuah. Bahkan, laksamana Hang Tuah disamakan dengan kebesaran Patih Gajah Mada dari kerajaan Majapahit. Cerita Hang Tuah dituangkan dalam sebuah hikayat yaitu hikayat Hang Tuah.

5. Sultan Alaudin Syah
Ia merupakan putra dari Sultan Mansyur Syah yang memerintah kerajaan Malaka dari tahun 1477 M sampai dengan 1488 M. pada masa pemerintahannya, kerajaan Malak mulai mengalami kemunduran dibuktikan dengan mulai lepasnya daerah kekuasaan satu persatu. Hal itu disebabkan karena Sultan Alaudin Syah dianggap tidak cakap dalam memerintah.

6. Sultan Mahmud Syah
Merupakan putra dari Sultan Alaudin Syah yang memerintah kerajaan malaka dari tahun 1488-1511 M. ia sekaligus menjadi raja terakhir kerajaan Malaka dikarenakan pada masa pemerintahannya, kerajaan Malaka menjadi kerajaan yang kecil dengan hanya sebagian wilayah Semenanjung Malaya saja yang menjadi daerah kekuasannya. Hal ini diperparah dengan serangan yang diadakan oleh Portugis dibawah pimpinan Alfonso d`Alberquerque yang berhasil menjatuhkan kerajaan Malaka, dan akhirnya runtuhlah kerajaan Malaka.

D. JATUHNYA KERAJAAN MALAKA
Kerajaan Malaka runtuh dikarenakan adanya serangan dari Portugis dibawah kendali Alfonso d`Alberquerque yang berhasil mengalahkan pasukan kerajaan Malaka pada tahun 1511 Masehi. Usia Malaka ternyata cukup pendek, hanya satu setengah abad. Sebenarnya, pada tahun 1512 M, Sultan Mahmud Syah dibantu dengan Adipati Unus mencoba untuk menyerang Malaka yang telah jatuh ke tangan Portugis. Namun, serangan mereka berhasil dipadamkan oleh pasukan portugis.