Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli

Selamat Datang di Blog Edukasionesia. Berikut ini akan postingan kami yang mengenai Pengertian Konstitusi Menurut Para Ahli. Semoga Bermanfaat, Ayo silakan dibaca dengan saksama.
Tentang pengertian konstitusi menurut para ahli terdapat perbedaan pendapat. Perbedaan tersbut berkaitan dengan: apakah konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar? Berkaitan dengan hal tersebut terdapat dua pendapat di kalangan para ahli. Ada ahli yang membedakan antara konstitusi dengan Undang-Undang Dasar tetapi ada pula ahli yang menyamakannya. Sarjana yang membedakan pengertian Konstitusi dengan Undang Undang Dasar, antara lain, Projodikoro (1983:10-11), yang mengemukakan bahwa ada dua macam konstitusi, yaitu konstitusi tertulis (written constitusion) dan konstitusi tak tertulis (unwritten constitusion). Selanjutnya Herman Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga (Kusnardi, 1988 : 65 -66) :
  1. Die Politische verfassung als gesellschaftlich wirklichkeit. Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian politis dan sosiologis.
  2. Die Verselbstandigte rechhtsverfassung. Konstitusi merupakan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat. Jadi mengandung pengertian yuridis.
  3. Die geshereiben verfassung. Konstitusi yang ditulis dalam suatu naskah sebagai undang undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara.
Berdasarkan pendapat Herman Heller di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang Dasar baru merupakan bagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi tertulis saja. Seterusnya, ditegaskan oleh Budiardjo (1997: 108), bahwa suatu konstitusi umumnya disebut tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah tidak merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Dimana menurut Edward M. Sait (Budiardjo, 1997: 109), konvensi adalah aturan-aturan tingkah laku politik (rules of political behavior). Dengan demikian menurut paham ini konstitusi juga meliputi hal-hal yang tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat yang dipandang sebagai norma-norma dalam ketatanegaraan.



Sedangkan penganut yang menyamakan pengertian konstitusi dengan Undang Undang Dasar, adalah James Bryce. Pendapat James Bryce (Thaib, 2003: 12 -13) menyatakan konstitusi adalah : A frame of political society, organised through and by law, that is to say on which law has established permanent institutions with recognised functions and definite rights. Kemudian Strong melengkapi pendapat Bryce yaitu : Constitution is a collection of principles according to which the power of the goverment, the rights of the governed, and the relations between the two are adjusted.

Begitu pula, Peaslee menyamakan konstitusi dengan Undang-Undang Dasar yang dilandasi kondisi bahwa hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis. Hanya Inggris dan Canada yang tidak mempunyai konstitusi tertulis (Projodikoro, 1983: 11).

Konstitusi mempunyai fungsi yang sangat penting bagi suatu negara. Menurut pendapat Attamimi (1990: 215), suatu Konstitusi atau Undang-Undang Dasar berfungsi sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, mengatur bagaimana kekuasaan negara dijalankan. Sebab tujuan dari konstitusi menurut Projodikoro (1983:12-13), ialah mengadakan tata-tertib tentang lembaga-kenegaraan, wewenang-wewenangnya dan cara bekerjanya, dan menyatakan hak-hak asasi manusia yang harus dijamin perlindungannya. Selanjutnya, Kusnardi (1988: 65), menegaskan bahwa suatu konstitusi memerlukan dua syarat yang harus dipenuhi, yaitu syarat mengenai bentuk dan isinya. Bentuk konstitusi sebagai naskah tertulis yang merupakan Undang-Undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu negara. Isi konstitusi merupakan peraturan yang bersifat fundamental, artinya tidak semua masalah yang penting harus dimuat dalam konstitusi, melainkan hal-hal yang bersifat pokok, dasar atau azas-azas saja.

Selanjutnya berkaitan dengan sifat konstitusi, Kusnardi (1988:74 -75), mengemukakan ada yang flexible (luwes) dan ada yang rigid (kaku). Berkaitan dengan sifat Flexible atau rigid suatu Konstitusi, dapat dilihat dari cara merubah suatu konstitusi. Pada setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan Pasal-pasal tentang perubahan. Kemudian, Bryce (Thaib, 2003: 29), mengemukakan ciri-ciri khusus dari konstitusi fleksibel adalah (a) elastis, (b) diumumkan dan diubah dengan cara sama seperti undang-undang. Sedangkan ciri-ciri konstitusi yang rigid adalah (a) mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi dari peraturan perundang-undang yang lain, (b) hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istimewa atau dengan persyaratan yang berat.

Hal ini disebabkan karena suatu konstitusi, walaupun ia dirancang untuk jangka waktu yang lama, selalu akan tertinggal dari perkembangan masyarakat, sehingga pada suatu saat kemungkinan perkembangan itu terjadi, maka konstitusi itu perlu dirubah. Karena itulah pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan, ada konstitusi yang dapat dirubah dengan cara yang luwes, dengan pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan konstitusi. Namun ada juga cara perubahan yang kaku, dengan maksud agar tidak mudah pula orang merubah hukum dasarnya. Kalau memang suatu perubahan diperlukan, maka perubahan itu haruslah benar-benar dianggap perlu oleh rakyat banyak.