Metode penghitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) mengalami perubahan mulai tahun 2010, baik perubahan dari dimensi/indikator yang digunakan, maupun perubahan pada metode penghitungan agregasi indeks komposit. Khusus pada artikel ini, akan dibahas mengenai metode agregasi indeks komposit IPM.
Sebelum tahun 2010, metode agregasi indeks komposit IPM menggunakan rata-rata hitung (aritmatik), sedangkan setelah itu metode agregasi yang digunakan adalah rata-rata ukur (geometrik). Rumus agregasi indeks menggunakan rata-rata ukur adalah \[ \text{IPM}=\sqrt[3]{I_{kesehatan}\times I_{pendidikan}\times I_{pengeluaran}}\times100 \] Perubahan metode penghitungan dari rata-rata hitung menjadi rata-rata ukur adalah karena rata-rata hitung tidak respon terhadap adanya ketimpangan capaian pembangunan. Jika terdapat satu indikator yang rendah, maka indikator tersebut tertutupi oleh indikator yang lain yang memiliki nilai yang tinggi.
Sebaliknya rata-rata ukur lebih responsif dengan adanya ketimpangan capaian pembangunan, dimana jika terdapat satu indikator yang rendah, maka indikator tersebut tidak akan tertutupi oleh indikator yang lain yang memiliki nilai yang tinggi. Adanya ketimpangan akan menyebabkan nilai IPM-nya menjadi lebih rendah.
Coba perhatikan penghitungan rata-rata hitung dan rata-rata ukur melalui simulasi berikut ini.
Tabel Simulasi Penghitungan Rata-rata Hitung dan Rata-rata Ukur
Dari hasil penghitungan tersebut terlihat kelemahan dari rata-rata aritmatik, dimana rata-rata aritmatik tidak mampu melihat adanya ketimpangan capain dimensi pembangunan manusia. Ada atau tidak adanya ketimpangan, nilai IPM tetap sama. Sebaliknya rata-rata geometrik lebih peka terhadap adanya ketimpangan capaian dimensi pembangunan manusia. Semakin timpang capaian pembangunan maka semakin rendah rata-rata IPM-nya.
Referensi: Indeks Pembangunan Manusia 2014 Metode Baru, Badan Pusat Statistik, 2015
Sebelum tahun 2010, metode agregasi indeks komposit IPM menggunakan rata-rata hitung (aritmatik), sedangkan setelah itu metode agregasi yang digunakan adalah rata-rata ukur (geometrik). Rumus agregasi indeks menggunakan rata-rata ukur adalah \[ \text{IPM}=\sqrt[3]{I_{kesehatan}\times I_{pendidikan}\times I_{pengeluaran}}\times100 \] Perubahan metode penghitungan dari rata-rata hitung menjadi rata-rata ukur adalah karena rata-rata hitung tidak respon terhadap adanya ketimpangan capaian pembangunan. Jika terdapat satu indikator yang rendah, maka indikator tersebut tertutupi oleh indikator yang lain yang memiliki nilai yang tinggi.
Sebaliknya rata-rata ukur lebih responsif dengan adanya ketimpangan capaian pembangunan, dimana jika terdapat satu indikator yang rendah, maka indikator tersebut tidak akan tertutupi oleh indikator yang lain yang memiliki nilai yang tinggi. Adanya ketimpangan akan menyebabkan nilai IPM-nya menjadi lebih rendah.
Coba perhatikan penghitungan rata-rata hitung dan rata-rata ukur melalui simulasi berikut ini.
Pendidikan | Kesehatan | Pengeluaran | Rata-rata Aritmatik | Rata-rata Geometrik |
---|---|---|---|---|
3 | 3 | 3 | 3,00 | 3,00 |
2 | 3 | 4 | 3,00 | 2,88 |
1 | 3 | 5 | 3,00 | 2,47 |
Dari hasil penghitungan tersebut terlihat kelemahan dari rata-rata aritmatik, dimana rata-rata aritmatik tidak mampu melihat adanya ketimpangan capain dimensi pembangunan manusia. Ada atau tidak adanya ketimpangan, nilai IPM tetap sama. Sebaliknya rata-rata geometrik lebih peka terhadap adanya ketimpangan capaian dimensi pembangunan manusia. Semakin timpang capaian pembangunan maka semakin rendah rata-rata IPM-nya.
Referensi: Indeks Pembangunan Manusia 2014 Metode Baru, Badan Pusat Statistik, 2015